I Gusti Ketut Sidia adalah penglingsir generasi 10 dari dadia Jero Lingsir Pengastulan. Keturunan Arya tegeh Kori dari putra beliau I Gusti Kropak. Beliau adalah seorang veteran perang kemerdekaan Republik Indonesia dan tergabung sebagai anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) bersama putranya, Putu Mangku. Pada masa tuanya, beliau menulis biografinya yang masih tetap disimpan oleh anak cucu keturunan beliau. Berikut ini adalah tulisan beliau sesuai dengan ejaan yang ditulis pada masa itu.
Halaman 5 VI:
- Ketika mengadjaki mendirikan Gusti, ialah P.Anom datang kepada bapa di rumah tua. Tetapi bapa tetap pada pendiriannja sebagai keadaan yang telah diterima (diwarisi). Demikian juga Kt.Gede, Kt.Mardi sering membudjuk-budjuk.
- Sawah didjual oleh ikaki (N.Geloh) sebagai menjitjil kepada mantunja Pan Gunarsa. Achirnya dipadol. Tetapi tidak dibolehkan oleh Pemerintah (Punggawa Ida Bagus Surja), sebelum bapa (Wj.Sandeh) bersetudju. Achirnja Pan Gunarsa berdamai kepada bapa (bapa ketika itu sedang di sawah sama ibu), supaja suka ke kantor distrik menjatakan setudju menjual. Perdjandjian sama-sama tolong-menolong. Achirnya setudju, dan itu sawah mendjadi haknja Pan Gunarsa. (Pan Gunarsa adalah orang tua Kaki Tjemaning. pen.)
Halaman 6 VII:
Menurut ketarangan Dadong Beol seorang perempuan sangat tua umurnja sekitar 100 tahun, menerangkan ketika datang t. Depring (tuan Belanda. pen.) mentjari Punggawa, lalu ditunjukkan oleh Wj.Teragi anak-anaknja : Wj.Kaler, N.Keweh, tetapi tidak disetudjui. Jang disetudjui ialah Wj.Tunadji dan bertempat disini. Kemudian atas muslihatnja Wj.Teragi, lalu Wj.Tunadji diberi seorang perempuan nama Wj.Abig untuk istrinja dan bertempat bedelod. Wj.Kaler dan N.Keweh mendendam kepada Wj.Tunadji (iri hati). Punja anak namanya Wajan Sandi. Meninggal Wj.Abig. Setelah meninggal Wj.Abig, lalu diberi lagi seorang perempuan namanya Wajan Dawuh jg di Singaradja saudara dari M.Taman, lalu mengadakan P.Kolok dan M.Sara. Kemudian buntinglah lagi Wj.Dawuh, dan ketika inilah Wj.Tunadji meninggal dengan mendadak. Majat beliau diselenggarakan oleh famili disini (N.Sebetan.N.Geloh dan N.Mudarta). Dan ketika itu Wj.Dawuh juga sedang besar buntingnja, lalu dibawa ke Singaraja, kemudian melahirkan Gd.Rai (Gst.Gd.Rai).
Halaman 5 VIII:
Menurut keterangan dari sdr. Nj.lntaran Pemangku Pura Pabean, bahwa menurut pesan-pesan dari orang-orang tua (ikaki, ibapa), jika ada turunan Wj.Tunadji (Gd.Rai) minta pekarangan untuk tempat rumah, berilah seperlunja. Kaki N.Geloh mendjadi Pemangku Pura Pabean. Meninggal N.Geloh diganti oleh anaknja Wj.Sandeh menjadi Pemangku Pura Pabean, setelah berhenti mendjadi penjarikan Pendjarikan Subak Puluran. Meninggal Wj.Sandeh, lalu diganti oleh anaknja Nj.Intaran menjadi Pemangku Pura Pabean.
Halaman 8 X :
Pada tanggal 25/3/1955 malam jam 7. Gst.Ngr.Teken datang ke rumah bersama anaknja perempuan minta riwajat leluhur. Untuk itu saja beri keterangan seperlunja jang saja ketahui dengan djudjur. Ia minta sedikit pekarangan untuk mendirikan rumah berdasarkan ikatan famili. Ketika itu saja ingat dengan pesan-pesan orang-orang tua (leluhur), oleh karena itu dengan rela hati saja memberi sedikit pekarangan juga berdasarkan ikatan famili dan lekita silsilah (daftar susunan keluarga). Ia mengatakan baru tahu jang sebenarnya. Ia berdjanji akan turut mebakti (muspa) dipemeradjan saja. Saja mepemungu djangan telandjur, tapi dia sendiri mau sebagai pelopor, meskipun saudara-saudaranja tidak bersetudju muspa. Soal pekarangan jang saja berikan, di luanan pelinggihe (karang ulu) sebelah timur pohon sumaga. Dan turunan silsilah terus diambil, jang sedianja akan diberikan kepada I Gs.Ngr.Oka. Dia berkata, bahwa barulah saja tahu jang sebenarnja jang mula-mula saja sangka djauh adalah sebenarnya dekat dan sebaliknya, dan silsilah inilah nanti untuk senjata penghabisan. Presasti akan saja bawa, dan kalau tidak diberi akan saja bakar. Demikianlah hingga jam 10.30. Soal kasta itu tidak mendjadi rintangan, itu hanja sebutan sadja. Lalu ia pulang.
Halaman 9 XI:
Pada tanggal 10/6/1955 Gst.Ngr.Oka dan I Gst.Ngr.Teken serta kenalannja dari Denpasar datang kira-kira djam 3.30 sore, melihat pekarangan di luanan pelinggihe jang akan didirikan. Ketika itu terus kami perpoto sebagai kenang-kenangan di luanan pelinggihe (Ketut Sidia + I Gst.Ngr.Teken + Nj.Intaran + I (I Gst.Ngr.Oka + tamu dari Denpasar). Setelah itu lalu mereka pergi ke Pulaki maturan.
Halaman kaki 8 :
Penting : Berdasar di pekarangan itu tidak boleh didirikan rumah, maka ini pekarangan diminta kembali pada tanggal 3 Oktober 1966, kepada IGst.Ngr.Teken I Gst.Ngr.Oka, ketika membitjarakan ini di ampik bale gede bedadjane, sore sekitar djam 4 nuju rainan di pemeradjan, dan ia telah menjetudjui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.